Indonesia Negara Paling Religius di Dunia, tapi Kenapa Intoleran?

4 04 2018

Sejauh apa agama memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakatnya? Survei The 2015 Global Attitudes mengungkapkan bahwa umumnya di negara-negara berkembang dan miskin, agama memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Menindaklanjuti hal tersebut, Pew Research Center merilis data negara-negara paling religius di dunia. Infografis pun dikeluarkan untuk menunjukkan persentase orang-orang yang mengatakan agama sangat penting dalam hidup mereka.which_nationalities_consider_religion_most_important

 

Dalam infografis tersebut, Ethiopia menempati posisi pertama sebagai negara paling religius di dunia. Di negara tersebut, hampir semua responden mengatakan bahwa agama dan gereja sangat penting bagi mereka.

Baca entri selengkapnya »





Ambiguitas Teknologi Blockchain

15 03 2018

Teknologi blockchain saat ini mengalami “masa keemasan”: sebuah era mitos, di mana segala sesuatu bisa diraih, semua dapat dicapai dan semua diuntungkan. Bisa jadi Ini adalah takdir atas inovasi teknologi. Namun semangat konstruktif yang dibangun,  pararel dengan sejumlah pragmatisme yang menyertai.

Baiklah berikut review saya. Mari kita mulai dari terminologi Blockchain. Catatan Adrianne Jeffries dalam sebuah artikel di The Verge, istilah “blockchain” masih ambigu, yang belum terselesaikan: akibat banyaknya definisi yang beredar, masing-masing berkonsentrasi pada beberapa aspek dan saling “beradaptasi” sehingga menjadi suatu konteks yang menarik.

Saya secara sengaja telah mengumpulkan beberapa definisi tentang Blockchain, bahkan mencoba untuk menyusun tafsir atau definisi sendiri. Berbicara tentang “protokol kepercayaan” (protocol of trust ) Mike Orcutt, kurator dari ChainLetter, pada majalah yang diterbitkan oleh MIT, memberikan definisi ini pada Blockchain:

A blockchain is essentially a shared accounting ledger that uses cryptography and a network of computers to track assets and secure the ledger from tampering.

Blockchain pada dasarnya adalah buku besar (ledger) akuntansi yang digunakan bersama-sama (shared);  menggunakan kriptografi dan jaringan komputer untuk mencatat semua aset serta aman dari gangguan.

Sepertinya saya mendapatkan definisi yang tepat dari Mike Orcutt, memperoleh citra yang baik tetapi pendapat tersebut tidak sama sekali menyinggung “kesaktian” lainnya yang dimiliki oleh teknologi Blockchain, yakni tidak menyebutkan fungsi disintermediation.

Salah satu alasan ambiguitas tersebut, menurut saya adalah blockchain faktanya adalah lebih dari teknologi, adalah “Konfederasi” teknologi, algoritma, struktur data, fungsi matematika: Internet, Jaringan P2P, database, hash, asimetris kriptografi, mekanisme persetujuan (consent mechanisms), dan lain sebagainya.

Jika kita menarik mundur, kembali di tahun 2008, ketika Satoshi Nakamoto menyebar whitepaper,  mengabadikan kelahiran Bitcoin, kita melihat bagaimana penciptaan gagasan untuk cryptocurrencies dan blockchain, menurut saya adalah dalam gerakan cyberpunk, sengaja disusun dan dibuat untuk privasi dan anonimitas. Hal ini kreatif tetapi “anarkis” dan terstruktur, terjadi hingga sekarang.

Faktor lain yang menciptakan kesalahpahaman adalah asosiasi antara blockchain dan cryptocurrency. Dalam imajinasi publik dua hal erat itu bersatu. Reputasi buruk -digunakan untuk transaksi terorisme, pencucian uang dan narkoba-, pantas atau tidak,  merupakan potensi tersembunyi yang menyertai bitcoin,  cryptocurrencies dan teknologi blockchain.

Pemahaman ambigu lainnya dari teknologi Blockchain yakni hilangnya penerapan antara public (permissionless) dan private (permissioned) Block.

Para ahli mulai menegaskan bahwa blockchain private tidak bisa disebut blockchain. Hanya database bersama di bawah nama lain, dikendalikan oleh seseorang yang menentukan sifat dan hak akses,  bukan dipandang sebagai Distributed Ledger Teknologies (DLT); tak bisa di”tambang”, tidak ada bukti mekanisme kerja (proof of work), hanya menyederhanakan konsensus yang disediakan untuk memvalidasi node tertentu yang sudah ditentukan hak nya terlebih dulu oleh seseorang atau administrator.

Perbedaan terminology diatas, antara public dan private Block, yang menjadi karakteristik kunci dari Blockchain dipertanyakan.

Desentralisasi, menjadi kata yang patut disangsikan (disputable): creator dan komunitas pengembang  (developer) yang sehari-harinya bergelut seputar blockchain memiliki kekuatan yang lebih besar daripada pengguna biasa/umum. Disebut dengan “penguasa” blockchain/cryptocurrencies, seperti yang terjadi pada mata uang kripto besutan Venezuela “petro”, dikelola oleh pemerintah; contoh desentralisasi yang akhirnya tersentralisasi, bersembunyi dibalik demokrasi.

Jaminan Kerahasiaan (guarantee of anonymity) atas blockchain public semata dilihat sebagai suatu dogma; ketika kita berbicara tentang “pseudo anonimitas“, user/pengguna pasti meninggalkan jejak digital yang semestinya “dilindungi” tapi seketika itu dapat digunakan untuk melacak identitasnya dengan mudah dan cepat.

Selanjutnya, ada juga masalah-masalah lain yang timbul dan berkaitan dengan definisi Blockchain serta Cryptocurrencies. Pengetatan dan regulasi Cryptocurrencies di banyak negara yang saling berbeda dan tumpeng tindih, tentunya berisiko dan bukan pilihan terbaik bagi sistem desentralisasi yang terdistribusi (decentralized distributed system) secara global. Jika semua orang atau pihak  mengadopsi berbagai definisi, berpotensi terjadi kekacauan (chaos). Dan itu terjadi jika seseorang berpindah negara, karena data yang disimpan dalam blockchain harus tunduk pada hukum yang berbeda di negara yang berbeda terkait dengan pengolahan data; bagaimana mengaturnya?

Menciptakan definisi atau standard yang diterima secara global harus menjadi tujuan bersama, yang harus didukung oleh berbagai pihak dan atau negara. Mungkin solusinya adalah dengan memaksa para kaum dari golongan anarcho-capitalist atau techno-sosialis untuk mewujudkannya.